KOMPUTERISASI sudah merajalela di segala bidang, termasuk bisnis retail. Kini kasir-kasir di sebagian besar pusat perbelanjaan tidak perlu repot mengetikkan harga dan nama barang untuk menjumlahkan harga. Cukup dengan men-scan permukaan barcode pada barang yang dibeli, harga dan nama barang pun masuk ke dalam memori komputer.
Kita pasti sangat familiar dengan label kotak putih bergaris-garis hitam yang tertera di hampir semua kemasan produk. Itulah yang disebut dengan barcode, sebuah sistem revolusioner di bidang bisnis retail.
Ditemukan pertama kali di Inggris sekitar 25 tahun lalu, barcode membuat negara ini menjadi terkenal dengan pusat perbelanjaan di seluruh dunia. Kita tentu tidak asing lagi dengan nama seperti Walmart atau Keymarkets.
Hingga hari ini, nyaris semua produk mulai dari makanan, pakaian, hingga kebutuhan sehari-hari dilengkapi dengan barcode begitu masuk pusat perbelanjaan besar. Walter Satterthwaite, konsultan dari Masterfood mengatakan bahwa keberadaan barcode membantu pu–sat perbelanjaan di seluruh dunia.
”Pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an, toko makanan di Inggris hanya menempelkan label harga pada produk dagangan. Kesulitan muncul jika terjadi inflasi, karena karyawan toko harus sering mengganti harga seluruh produk,” ujar Saterthwaite kepada BBC News.
Karena problem itulah maka toko-toko tidak dapat buka di hari Minggu sebab harus meluangkan waktu mengganti label harga sesering mungkin. Namun kini masalah seperti itu tidak perlu dipusingkan lagi. Cukup dengan melakukan scanning pada barcode, maka semua data yang berhubungan dengan produk yang terjual masuk ke dalam database komputer. Mulai dari harga, jumlah barang keseluruhan, nomor kode penyuplai sampai tanggal kedatangan dan masa kadaluarsa barang masuk dalam database tersebut. Di Inggris, saat ini, ada sekitar 35.000 toko yang menggunakan sistem barcode.
Barcode kini telah menjadi bahasa global dalam standarisasi bisnis, sehingga tidak ada masalah apabila dua perusahaan memasang produk sama dengan harga berbeda. Susunan barcode terdiri atas angka awalan (prefiks) yang mengindentifikasi nama perusahaan dan angka akhir (sufiks) yang bervariasi panjangnya tergantung jenis produk.
Mayoritas penggunaan barcode di seluruh dunia mengikuti standar yang ditetapkan European Article Number Association (EANA), kecuali di Amerika Serikat (AS) dan Kanada. Di kedua negara tersebut mereka memiliki standar sendiri yang ditemukan pada tahun 1973 oleh George J. Laurer, yaitu Universal Product Code (UPC).
Pemakaian sistem ini semakin meluas dari waktu ke waktu. Bahkan perusahaan elektronik tidak ketinggalan memakainya untuk mempermudah penjelasan materi kasar dan produk yang sudah terjual.
Di masa mendatang, barcode akan dilengkapi dengan label identitas berfrekuensi radio sehingga bisa di-scan lebih cepat dan mempunyai informasi yang selalu di-update. Saat ini, label ID ini masih terlalu mahal untuk dipakai. Baru beberapa perusahaan manufaktur dan distributor yang memanfaatkannya.
Pada dasarnya, sistem barcode telah membuat aktivitas belanja lebih simpel dan cepat. Pembeli tinggal mengambil semua barang yang diinginkan, membawanya ke kasir, melewati mesin scanner dan membayar
0 komentar:
Posting Komentar